Kamis, 04 Februari 2016

Serba Serbi Tradisi & Budaya Di Legu Gam


Dalam penyelenggaraan Festival Legu Gam Terdapat berbagai acara penting yang selalu dilaksanakan dan tidak pernah dilewatkan karena mengangkat kearifan budaya lokal. Diantaranya adalah:
  •     Legu Gam Expo
Memamerkan berbagai keaneka ragaman budaya, komoditi unggulan dan hasil-hasil pembangunan di Moloku Kie Raha.
Dinar dan Dirham merupakan Salah Satu Stand Yang ikut memeriahkan Legu Gam Expo


  •  Panggung Budaya
Pementasan seni budaya biasanya diisi dengan tarian-tarian tradisional diantaranya adalah:

  • ·       Tarian soya-soya
Kata Soya-soya dalam bahasa Maluku berarti penjemputan. Namun, Tari Soya-soya lebih dikenal sebagai tarian perang. Tarian yang berasal dari daerah Kayoa Maluku ini dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Kisah berawal ketika Sultan Baabullah menyerbu benteng Portugis di Kastela, Ternate Selatan untuk menjemput jenazah ayahnya, Sultan Khairun. Sultan Khairun dibunuh secara kejam oleh tentara Portugis di dalam benteng, kemudian disekap disana selama lima tahun. 

Tarian yang menggambarkan patriotisme ini diciptakan oleh para seniman kesultanan untuk mengabadikan peristiwa tersebut. Tari Soya-soya pada umumnya dilaksanakan pada upacara penyambutan tamu agung. Tari Soya-soya diperagakan oleh penari dengan jumlah tak terbatas, namun harus dengan jumlah ganjil. Salah satu penari berperan sebagai Kapitan (komandan) yang memimpin tarian. Ketika menari, mereka mengenakan ikat kepala berwarna kuning yang dalam bahasa Ternate disebut tuala lipa atau lipa kuraci. 

Mereka juga mengenakan baju dengan belahan dada berwarna putih yang disebut taqoa. Selain itu mereka memakai celana panjang berwarna putih dan rok berwarna merah, hitam, kuning dan hijau. Para penari juga membawa perisai (salawaku) di tangan kiri dan ngana-ngana di tangan kanan. Ngana-ngana adalah seruas bambu yang diberi hiasan daun palem berwarna merah, kuning dan hijau. Di sampingnya dipasang kerincingan sehingga bila digerakkan akan berbunyi. Alat musik yang mengiringi tarian ini terdiri tifa dan gong. 

Gerakan Tari Soya-soya sangat dinamis dan penuh semangat karena menceritakan semangat pasukan kesultanan Ternate saat berperang mengusir Portugis Gerakan dalam Tari Soya Soya ini sangat dinamis, lincah dan penuh semangat. Gerakan tersebut biasanya didominasi oleh gerakan tangan memainkan perisai dan ngana-ngana serta gerakan kaki yang bervariatif dan dilakukan dengan cepat. Formasi dalam tarian ini juga sering berubah ubah, namun dilakukan dengan kompak sehingga terlihat menarik. Karena tarian ini menceritakan suatu peristiwa, setiap gerakan tersebut tentu memiliki filosofi tersendiri didalamnya.



·     
  •         Tarian gala
Gala adalah salah satu tarian yang di gunakan pada pesta muda-mudi acara perkawinan, sunatan dan lain-lain, tarian ini menggambarkan atas keberhasilan yang dirai darikomposisi gerakan ini mempunyai makna dan arti bahwa setiap barisan mempunyai pemimpin, gerakan ini di iringi tifa,rebana,gong dan seruling.


  • ·        Tarian Tujuh Putri
Tarian ini diambil dari legenda tujuh bidadari yang merupakan awal terbentuknya masyarakat ternate yaitu seorang penyiar islam, Jafar Sadik dari Persia yang terdampar di pulau Gapi ( Ternate ) dan mempersunting satu diantara tujuh bidadari yang turun mandi di talaga. Legenda ini merupakan awal dari kerajaan ternate yaitu “Tara No Ate” yang berarti pikatlah semua rakyat dan bersama – sama membangun negeri.




  • ·       Tarian togal
Tarian togal : Merupakan tarian pergaulan muda-mudi Moloko Kie raha, yang menceritakan pada zaman dahulu kala seorang bapak dari kampong Tahena pulau Makian hendak bepergian ke kebun, ditengah perjalanan terdengar suara gesekan pohon-pohon kayu, maka bapak tersebut berhenti sejenak untuk mendengarkan gesekan kayu.Pada saat itulah bapak tersebut mengambil sebuah batang kayu dan sehelai daun nenas untuk dijadikan biola.Disitulah terciptanya sebuah irama atau lagu, maka dengan irama atau lagu tersebut diberi nama Togal yang berasal dari kampung Tahane Pulau Makian.



  • ·      Tarian tide-tide
Tarian Tide-Tide yang berasal dari daerah ternate dan tarian tersebut mempunyai ciri khas adat seatoran Maluku kie raha sehingga tarian ini di pakai dalam upacara perkawinan maupun acara hajatan dan lain-lain.


  • ·       Tarian lalayon
Tarian Lalayon : Jenis tarian ini merupakan salah satu tarian adat moloko Kie Raha yang senantiasa diiringi dengan melakukan “Dola Bololo” yang isinya tidak hanya mengungkapkan tema romantis tetapi juga tema religius dalam arti memuja kesuburan alam semesta dengan motif-motif mistik.sebagai tarian adat,Lala merupakan bentuk tarian tradisional yang sudah sangat kuno “Balam” yang artinya sudah sejak zaman pra Islam.asli tarian ini berasal dari Halmahera Timur.


  • ·       Tarian lala
Tarian lala adalah salah satu tarian khas moloku kie raha tarian ini menggambarkan pergaulan para muda- mudi pada acara perkawinan & acara-acara lainnya. tarian ini biasanya diiringi dengan tifa,gong, seruling,& dilantungkan dengan syair-syair yang bermakna pergaulan & persahabatan


  • ·      Tarian dana-dana
Tarian Dana-Dana Salah satu tarian khas Maluku Utara yang biasanya ditarikan pada saat hajatan berupa acara perkawinan atau pesta rakyat. Keunikannya tari ini didominasi oleh gerakan-gerakan yang dinamis mengikuti irama musik berisi pantun bertemakan percintaan.


  • ·       Tarian salai jin
Tarian Salai Jin : Tarian ini mempunyai nilai sakral atau magis yang sangat kental.karena tarian ini pada zaman dahulu kala masyarakat Moloko Kie Raha masih menggunakan sebagai alat untuk pengobatan maupun persembahan kepada roh-roh halus untuk menyambut masa panen.Tarian ini pada masyarakat Maluku Utara disebut “WONGE” yang setiap setahun sekali harus dipertunjukan,untuk mengusir penyakit atau yang disebut “BUBAKU”.para penari diasapi dengan Kemenyan Sohoi dan membacakan mantranya untuk memanggil roh-roh halus “JIN MAOTI”,sehingga roh-roh tersebut menyatu dengan para penari.Jadi Jin adalah manusia yang tidak dapat dilihat dengan mata Sasena dan manusia biasa yang dipengaruhi oleh jin itu sandiri.


  • ·        Tarian Bidadari
Tarian Bidadari adalah sejenis burung yang terdapat di pulau halmahera dan sekitarnya, burung ini merupakan kecintaan terhadap fauna yang ada di alam bebas.diwaktu pagi bidadari mengisap embun terbang bersama mencari makanan.melihat burung bidadari yang sedang menari,lompat kesana kemari hatiku senang. Terbang berkawan mencari penghidupan. Jenis tarian ini melambangkan sekelompok burung mencintai satu sama lainnya. Keunikan tarian ini didominasi oleh gerakan-gerakan yang dinamis dengan nyanyian bertemakan nasehat dan percintaan. Tarian ini termasuk tarian pergaulan yang ditarikan oleh penari wanita.


  •  Permainan Tradisional
Salah satunya adalah permainan Bambu Gila Merupakan permainan rakyat yang sangat menarik untuk ditonton. Permaian dilakukan dengan peserta kurang lebih 7orang dan menggunakan bambu, bara api serta kemenyan. Permainan bambu gila yang juga sering disebut baramasuwen dahulu kala dimanfaatkan untuk memindahkan alat berat guna meringankan pekerjaan manusia. Permaianan ini mencerminkan sifat kegotongroyongan dan ciri keseharian rakyat ternate.

  •   Pawai Obor Gam ma Cahaya
Pawai Obor ini merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk mendoakan agar Kota Ternate selalu mendapat perlindungan dari Tuhan YME. Pawai obor Gam Ma Cahaya yaitu iring-iringan obar yang terdiri dari 1 buah obar besar dan beberapa obor kecil. 
Obor besar tersebut akan di lepaskan dari halaman kedaton kesultanan Ternate, kemudian di arak mengililingi Kota Ternate. Di setiap kelurahan obor besar ini akan di jemput kemudian dibawah secara estafet hingga mengelilingi Kota Ternate kemudian kembali ke kedaton kesultanan Ternate.
 
  •   Fere Kie
Siang itu sekitar 20-an orang pendaki memulai perjalanan wisata fere kie (mendaki gunung). Sebuah perjalanan yang cukup melelahkan untuk menapaki dan melewati beberapa titik jurang dan tebing curam menuju puncak gunung Gamalama dengan mengawali perjalanan dari Ngara Opas Kedaton Sultan Ternate melewati rute Tabahawa dengan menggunakan kendaraan truk. Setibanya di puncak Tabahawa kami terpaksa bergegas turun dari truk tersebut guna melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Bagi sebagian diantara kami, petualangan ini merupakan pertama kalinya bagi mereka untuk mendaki puncak Gunung Gamalama namun sebagiannya adalah mereka yang telah kesekian kalinya melakukan pendakian sehingga tidak terlalu menampakkan kesulitan dalam perjalanan tersebut sedangkan bagi para pemula lainnya tak heran sebagian dari mereka terpaksa harus kembali turun sebelum mencapai puncak gunung yang eksotis tersebut.

Mendaki gunung Gamalama adalah bukanlah hal mudah dan bukan pula hal sulit. Konon kabar, sulit tidaknya perjalanan menuju puncak Gamalama tergantung niat atau kesucian hati setiap orang yang mendaki. Faktanya bagi penulis yang pertama kalinya melakukan pendakian tersebut merasa tidak terlalu sulit menemukan hambatan yang berarti terkecuali rasa hasu dan kelelahan. Rasa haus dan lapar adalah hal wajar sehingga bagi para pendaki diwajibkan membawa bekal yang cukup untuk bisa bertahan selama waktu yang dibutuhkan selama melakukan aktivitas perjalanan tersebut. Untuk urusan makan dan minum sebaiknya pemenuhan kebutuhan yang satu ini tidak berlebihan alias secukupnya karena terlalu berlebihan makan maka badan kita semakin terasa berat bahkan rasa ngantuk sehingga terasa menyusahkan bahkan menyebabkan para pendaki disibukkan atau direpotkan dengan uruan “buang air”.

Urusan “buang air” di tempat-tempat tertentu pada kawasan puncak adalah menjadi daerah terlarang bagi para pendaki yang ingin melakukannya. Hal ini disebabkan karena diyakini oleh masyarakat adat Ternate bahwa terdapat batas “halal (tidak dilarang)” dan “haram (terlarang)” di kawasan puncak Gamalama tersebut. Bagi anda yang melakukan aktivitas pendakian ke puncak gunung Gamalama sebaiknya mengetahui tentang beberapa titik penting di kawasan puncak Gamalama sehingga perjalanannya didoakan tidak mengalami hambatan dan menemui kendala atau kesulitan. Daerah-daerah (kawasan) yang dianggap penting untuk diketahui tersebut adalah:

·         Pertama; Hate Ngara (pintu kayu), daerah ini seolah menjadi pelabuhan atau tempat peristrahatan dalam perjalanan bagi mereka yang kelelahan. Kawasan ini banyak terdapat pohon yang rimbun sehingga menjadi tempat ideal untuk melepas kelelahan sembari mengumpulkan napas panjang untuk melakukan perjalanan selanjutnya. Setelah melewati beberapa etape perjalanan yang cukup memelahkan, terdapat banyak dari para pendaki yang menjadikan tempat ini sebagai pos persinggahan sementara, sambil mengumpulkan tenaga ekstra untuk melanjutkan perjalanan, biasanya para pendaki senagaja menghilangkan kelelahannya dengan bercanda gurau di kawasan ini.

·         Kedua; Ake Abdas (air abdas), adalah sumber mata air yang terus mengalir dengan kejernihan warnanya yang bening, dingin dan segar bagi mereka yang beruntung mendapatkannya. Air ini dianggap sebagai air keberuntungan karena tidak semua orang yang mendaki bisa memperoleh air tersebut dalam kondisi mengalir sehingga untuk mendapatkan air ini pula bukanlah hal mudah. Sumber air ini seringkali ditemukan tidak mengalirkan air setetespun, meskipun demikian bagi orang-orang tertentu dapat memperoleh air tersebut dalam jumlah yang cukup banyak, lagi-lagi tergantung niat dan keberuntungan masing-masing orang. Air Abdas ini juga merupakan air bersih yang dijadikan sebagai Air Wudhu bagi para pendaki yang melakukan wisata religi guna menyucikan dirinya dalam melakukan perjalanan menuju puncak Gamalama untuk memenuhi suatu “hajat atau niat” tertentu. Bagi mereka yang telah menyucikan dirinya dengan cara berwudhu maka dapat melakukan perjalanan selanjutnya ke Buku Suba menuju puncak gugnung Gamalama.


·         Ketiga; Buku Suba (bukit penyembahan). Istilah penyembahan yang kami gunakan karena kata Suba dalam praktik diartikan sebagai “sembah/menyembah” seperti dalam contoh kalimat sebuah ungkapan (Dola Bololo) yang berbunyi: Gudu Moju Si To Suba, Ri Jou Si To Nonako). Artinya: Dari Jauh ku Sembah pada Tuhanku Karena Aku Mengenal-Nya. Di tempat Buku Suba ini dilakukan prosesi Azan Subuh. Para pendaki dipimpin oleh seseorang yang bertugas untuk melakukan prosesi religius ini layaknya akan melakukan sebuah prosesi Shalat berjama’ah. 

   Keempat:Jere (keramat) yang berada tepatnya di puncak tertinggi gunung Gamalama. Setibanya kita di puncak tertinggi gunung Gamalama, kepuasan dan kesenangan yang tak dapat diukir dengan kata-kata atas keberhasilan dan kesuksesan kita menggapai puncak gunung merapi ini. Kita akan terkagum atas keindahan alam puncak dan kebesaran zat Sang Pencipta atas alam seisinya yang diciptakan-Nya. Sungguh keajaiban yang sempurna. Di puncak gunung Gamalama ini terdapat beberapa keramat yang diziarahi oleh para pendaki. Para pendaki yang melakukan perjalanan berdasarkan suatu “hajat/niat” tertentu maka mereka tidak akan lupa membawa daun pandan (pondak) serta air yang cukup untuk keperluan berziarah tersebut. Keramat yang terdapat dipuncak Gamalama ini terlihat lebih dari dua jumlahnya yang berbentuk makam yaitu dikelilingi beberapa batu yang telah diatur melingkari pada dua buah nisan dari batu pula. Pada keramat tersebut banyak terlihat daun pandan serta beberapa recehan uang kertas dibagian nisannya yang sengaja ditinggalkan oleh para peziarah yang biasanya juga diambil oleh para peziarah lainnya sebagai “pengalas dompet”. 

Layaknya keramat pada umumnya, kawasan ini juga memiliki cerita dan legenda yang menjadi daya tarik tersendiri bagi pendaki (peziarah) ketika berada disekitar Karamat Tusa (keramat kucing). Menurut mitos orang Ternate, setiap kucing yang ada dimuka bumi ini akan menemui ajalnya di tempat ini (secara wajar, bukan karena kecelakaan). Seolah tempat ini merupakan tempat peristrahatan yang terakhir bagi semua jenis kucing. Terlepas dari  mitos orang Ternate, faktanya, bagi mereka yang beruntung akan menemukan dan melihat banyaknya tulang-belulang kucing yang terdapat di daerah (Karamat Tusa) ini. Mitos ini menjadi satu dari sekian alasan mengapa jenis hewan ini sangat diperlakukan khusus jika tanpa sengaja ditabrak dijalan oleh sang pengendara? atau mengapa masyarakat lokal kita tidak berani membunuh atau sengaja membuangnya ke laut?. Tentu jawabannya adalah rasa takut jika terjadi sesuatu pada dirinya atau keluarganya atau berdampak bagi orang banyak seperti terjadinya bencana alam ataupun lainnya.

Akhirnya bagi anda yang ingin melakukan petualangan ke puncak Gamalama maka yang terasa tatkala berada di puncak adalah anda serentak mengalami sebuah perubahan dalam diri pribadi masing-masing, seakan-akan dituntun ke lingkup yang mengutamakan kebajikan dan ketenangan batin. Dan baru disadari bahwa cakrawala kehidupan seolah mengalami perubahan orientasi, anda akan merasa kurang tertarik terhadap keduniaan, lebih senang dengan sejarah, budaya dan agama. Benar kata orang bijak bahwa “Keyakinan (kadang) bersifat membelah atau membagi-bagi tetapi kepercayaan terhadap sesuatu dapat menyatukannya”. 



  •   Kololi Kie Mote Ngolo
Setiap penduduk asli di pulau Ternate di Provinsi Maluku Utara pasti pernah mendengar dan tahu arti dari kata “Kololi Kie” yaitu sebuah kegiatan ritual masyarakat tradisional untuk mengitari atau mengelilingi gunung Gamalama sambil menziarahi beberapa makam keramat yang ada di sekeliling pulau kecil yg memiliki gunung berapi ini.

Ritual adat kololi kie ini memiliki makna ganda selain merupakan tradisi yg selalu dilakukan leluhur jaman dahulu untuk menjiarahi beberapa tempat yang dianggap keramat juga merupakan upaya untuk menjauhkan masyarakat Ternate dari berbagai ancaman bencana dari gunung berapi Gamalama tersebut. Hal seperti ini juga terjadi di beberapa gunung di pulau Jawa, Sumatera dan tempat lain di nusantara ini.
Pulau Ternate jika dilihat dari aspek topografis, berbentuk bulat kerucut (strato vulkano) yang luas diagonal pulau kecil ini dari arah utara ke selatan sepanjang 13 km dan dari arah barat ke timur sepanjang 11 km, dengan panjang bibir pantai keliling pulau kurang lebih 55 km dengan bentangan luas seluruh daratan pulau adalah 92,12 km2.  Dengan kondisi geografis demikian, maka sudah pasti bahwa jika kita mengelilingi “gunung Gamalama” haruslah dilakukan dengan mengelilingi pulau Ternate tersebut. Terdapat dua jalur untuk mengelilingi pulau kecil ini, yakni melalui jalur laut (kololi kie toma ngolo) dan atau melalui jalur darat (kololi kie toma nyiha). Gunung Gamalama merupakan satu-satunya gunung yang bertengger di pulau tersebut yang hingga saat ini masih merupakan gunung berapi aktif dengan ketinggian saat ini kurang lebih 1.730 m dari permukan laut.

Khusus pada pelaksanaan ritual adat kololi kie toma ngolo (melalui jalur laut), selalu diawali tepat di perairan depan keraton kesultanan Ternate, yakni dari ujung jembatan kesultanan (semacam pelabuhan kerajaan jaman dahulu) yang dikenal dengan nama jembatan “Dodoku Ali” atau “Dodoku Mari”. Walaupun kadang-kadang para peserta menaiki perahu dari pelabuhan Dufa-Dufa, tapi tetap harus menuju ke posisi awal ini untuk mulai pelaksanaan ritual keliling pulau ini.

Perlu digaris bawahi bahwa dalam ritual adat kololi kie di pulau Ternate ini, semua peserta yang ikut dalam pelaksanaan ritual ini akan melewati 4 (empat) sudut utama dari lingkaran pulau Ternate. Istilah untuk keempat sudut ini adalah “Libuku Raha” (libuku=sudut, raha=empat). Dalam ritual ini terdapat terdapat 13 (tiga belas) titik keramat yang wajib diziarahi sepanjang route mengelilingi pulau hingga kembali ke posisi semula. Keempat sudut utama yang disebut Libuku Raha ini adalah :
  1.  Tabam ma-Dehe
  2. Buku Deru-Deru
  3. Banding Mari Hisa
  4. Foramadiyahi

Sedangkan ke-13 (tiga belas) titik keramat dimaksud tersebut, diantaranya adalah :
  1.   Kadato ma-Ngara
  2.   Jere Kubu Lamo
  3.  Libuku Tabam ma-Dehe
  4. Jere Kulaba
  5.  Sao Madaha (di Sulamadaha)
  6.  Libuku Buku Deru-Deru
  7. Libuku Bandinga Mari Hisa
  8.  Ruwa Ake Sibu (Ake Rica)
  9.  Jere toma Foramadiyahi
  10.  Ngade (gam ma duso)
  11. Talangame
  12.  Benteng Oranye / Malayu Cim 
  13. Jere toma Sigi Lamo

Pada masing-masing tempat-tempat yang disebutkan ini juga dilakukan pembacaan doa-doa khusus, tapi tidak berhenti, yakni dibacakan doa sambil berlalu. Selain berhenti di beberapa tempat sambil memanjatkan doa-doa khusus, Sultan dan rombongan armada kololi kie ini juga akan turun ke darat di desa Ruwa setelah sekitar 20 menit melewati Libuku Bandinga Mari Hisa.

Segera setelah seluruh armada merapat ke tepian pantai, Sang Sultan dan Permaisuri disambut dengan melakukan upacara “Joko Kaha” (joko=injak, kaha=tanah), yaitu upacara penyambutan yang dilakukan oleh masyarakat adat sekitar desa Rua dan Monge yang sudah sejak dari tadi berjejer di tepian pantai “Ake Rica” yang ada diantara dua desa itu. Dahulu nama ake rica ini dikenal dengan sebutan “Ake Sibu”.
Sebagian masyarakat menuju ke sebuah kolam sumber air kecil yang berada di seberang jalan raya yang membentang sepanjang pantai Ake Rica ini. Kolam kecil dengan sumber air yang tak pernah habis ini diyakini dan dipercaya sebagai tempat mandinya para bidadari di jaman dahulu ketika masa kedatangan Sayyidinaa Syekh Djaffar Shaddiq, sang pembawa agama Islam ke pulau ini. Di tempat ini sebagian masyarakat mengambil air dari sumber air yang keluar dari celah bukit yang tumpah langsung ke kolam, ini, atau sebagian dari mereka sekedar mencuci dan membasuh muka.

Perjalanan ritual adat selama kurang lebih empat jam ini kemudian berakhir dan kembali ke Jembatan Dodoku Ali, tempat dimana perjalanan ritual ini dimulai di pagi hari.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar