Dalam penyelenggaraan Festival Legu Gam Terdapat berbagai acara penting yang selalu dilaksanakan dan tidak pernah dilewatkan karena mengangkat kearifan budaya lokal. Diantaranya adalah:
- Legu Gam Expo
Memamerkan
berbagai keaneka ragaman budaya, komoditi
unggulan dan hasil-hasil pembangunan di Moloku Kie Raha.
Dinar dan Dirham merupakan Salah Satu Stand Yang ikut memeriahkan Legu Gam Expo |
- Panggung Budaya
Pementasan seni budaya biasanya diisi dengan
tarian-tarian tradisional diantaranya adalah:
- · Tarian soya-soya
Kata Soya-soya
dalam bahasa Maluku berarti penjemputan. Namun, Tari Soya-soya lebih dikenal
sebagai tarian perang. Tarian yang berasal dari daerah Kayoa Maluku ini
dilatarbelakangi oleh peristiwa sejarah pada masa pemerintahan Sultan
Baabullah. Kisah berawal ketika Sultan Baabullah menyerbu benteng Portugis di
Kastela, Ternate Selatan untuk menjemput jenazah ayahnya, Sultan Khairun.
Sultan Khairun dibunuh secara kejam oleh tentara Portugis di dalam benteng,
kemudian disekap disana selama lima tahun.
Tarian yang
menggambarkan patriotisme ini diciptakan oleh para seniman kesultanan untuk
mengabadikan peristiwa tersebut. Tari Soya-soya pada umumnya dilaksanakan pada
upacara penyambutan tamu agung. Tari Soya-soya diperagakan oleh penari dengan
jumlah tak terbatas, namun harus dengan jumlah ganjil. Salah satu penari
berperan sebagai Kapitan (komandan) yang memimpin tarian. Ketika menari, mereka
mengenakan ikat kepala berwarna kuning yang dalam bahasa Ternate disebut tuala
lipa atau lipa kuraci.
Mereka juga
mengenakan baju dengan belahan dada berwarna putih yang disebut taqoa. Selain
itu mereka memakai celana panjang berwarna putih dan rok berwarna merah, hitam,
kuning dan hijau. Para penari juga membawa perisai (salawaku) di tangan kiri
dan ngana-ngana di tangan kanan. Ngana-ngana adalah seruas bambu yang diberi
hiasan daun palem berwarna merah, kuning dan hijau. Di sampingnya dipasang
kerincingan sehingga bila digerakkan akan berbunyi. Alat musik yang mengiringi
tarian ini terdiri tifa dan gong.
Gerakan Tari
Soya-soya sangat dinamis dan penuh semangat karena menceritakan semangat
pasukan kesultanan Ternate saat berperang mengusir Portugis Gerakan
dalam Tari Soya Soya ini sangat dinamis, lincah dan penuh semangat. Gerakan
tersebut biasanya didominasi oleh gerakan tangan memainkan perisai dan
ngana-ngana serta gerakan kaki yang bervariatif dan dilakukan dengan cepat.
Formasi dalam tarian ini juga sering berubah ubah, namun dilakukan dengan
kompak sehingga terlihat menarik. Karena tarian ini menceritakan suatu
peristiwa, setiap gerakan tersebut tentu memiliki filosofi tersendiri
didalamnya.
·
- Tarian gala
Gala adalah salah satu
tarian yang di gunakan pada pesta muda-mudi acara perkawinan, sunatan dan
lain-lain, tarian ini menggambarkan atas keberhasilan yang dirai darikomposisi gerakan
ini mempunyai makna dan arti bahwa setiap barisan mempunyai pemimpin, gerakan
ini di iringi tifa,rebana,gong dan seruling.
- · Tarian Tujuh Putri
Tarian ini
diambil dari legenda tujuh bidadari yang merupakan awal terbentuknya masyarakat
ternate yaitu seorang penyiar islam, Jafar Sadik dari Persia yang terdampar di
pulau Gapi ( Ternate ) dan mempersunting satu diantara tujuh bidadari yang
turun mandi di talaga. Legenda ini merupakan awal dari kerajaan ternate yaitu
“Tara No Ate” yang berarti pikatlah semua rakyat dan bersama – sama membangun
negeri.
- · Tarian togal
Tarian togal : Merupakan
tarian pergaulan muda-mudi Moloko Kie raha, yang menceritakan pada zaman dahulu
kala seorang bapak dari kampong Tahena pulau Makian hendak bepergian ke kebun,
ditengah perjalanan terdengar suara gesekan pohon-pohon kayu, maka bapak
tersebut berhenti sejenak untuk mendengarkan gesekan kayu.Pada saat itulah
bapak tersebut mengambil sebuah batang kayu dan sehelai daun nenas untuk
dijadikan biola.Disitulah terciptanya sebuah irama atau lagu, maka dengan irama
atau lagu tersebut diberi nama Togal yang berasal dari kampung Tahane Pulau
Makian.
- · Tarian tide-tide
Tarian Tide-Tide yang
berasal dari daerah ternate dan tarian tersebut mempunyai ciri khas adat
seatoran Maluku kie raha sehingga tarian ini di pakai dalam upacara perkawinan
maupun acara hajatan dan lain-lain.
- · Tarian lalayon
Tarian Lalayon : Jenis
tarian ini merupakan salah satu tarian adat moloko Kie Raha yang senantiasa
diiringi dengan melakukan “Dola Bololo” yang isinya tidak hanya mengungkapkan
tema romantis tetapi juga tema religius dalam arti memuja kesuburan alam
semesta dengan motif-motif mistik.sebagai tarian adat,Lala merupakan bentuk
tarian tradisional yang sudah sangat kuno “Balam” yang artinya sudah sejak
zaman pra Islam.asli tarian ini berasal dari Halmahera Timur.
- · Tarian lala
Tarian lala adalah salah
satu tarian khas moloku kie raha tarian ini menggambarkan pergaulan para muda-
mudi pada acara perkawinan & acara-acara lainnya. tarian ini biasanya
diiringi dengan tifa,gong, seruling,& dilantungkan dengan syair-syair yang
bermakna pergaulan & persahabatan
- · Tarian dana-dana
Tarian Dana-Dana Salah satu
tarian khas Maluku Utara yang biasanya ditarikan pada saat hajatan berupa acara
perkawinan atau pesta rakyat. Keunikannya tari ini didominasi oleh
gerakan-gerakan yang dinamis mengikuti irama musik berisi pantun bertemakan
percintaan.
- · Tarian salai jin
Tarian Salai Jin : Tarian
ini mempunyai nilai sakral atau magis yang sangat kental.karena tarian ini pada
zaman dahulu kala masyarakat Moloko Kie Raha masih menggunakan sebagai alat
untuk pengobatan maupun persembahan kepada roh-roh halus untuk menyambut masa
panen.Tarian ini pada masyarakat Maluku Utara disebut “WONGE” yang setiap
setahun sekali harus dipertunjukan,untuk mengusir penyakit atau yang disebut
“BUBAKU”.para penari diasapi dengan Kemenyan Sohoi dan membacakan mantranya
untuk memanggil roh-roh halus “JIN MAOTI”,sehingga roh-roh tersebut menyatu
dengan para penari.Jadi Jin adalah manusia yang tidak dapat dilihat dengan mata
Sasena dan manusia biasa yang dipengaruhi oleh jin itu sandiri.
- · Tarian Bidadari
Tarian Bidadari adalah
sejenis burung yang terdapat di pulau halmahera dan sekitarnya, burung ini
merupakan kecintaan terhadap fauna yang ada di alam bebas.diwaktu pagi bidadari
mengisap embun terbang bersama mencari makanan.melihat burung bidadari yang
sedang menari,lompat kesana kemari hatiku senang. Terbang berkawan mencari penghidupan.
Jenis tarian ini melambangkan sekelompok burung mencintai satu sama lainnya.
Keunikan tarian ini didominasi oleh gerakan-gerakan yang dinamis dengan
nyanyian bertemakan nasehat dan percintaan. Tarian ini termasuk tarian
pergaulan yang ditarikan oleh penari wanita.
- Permainan Tradisional
Salah satunya adalah permainan Bambu Gila Merupakan
permainan rakyat yang sangat menarik untuk ditonton. Permaian dilakukan dengan
peserta kurang lebih 7orang dan menggunakan bambu, bara api serta kemenyan. Permainan
bambu gila yang juga sering disebut baramasuwen dahulu kala dimanfaatkan untuk
memindahkan alat berat guna meringankan pekerjaan manusia. Permaianan ini
mencerminkan sifat kegotongroyongan dan ciri keseharian rakyat ternate.
- Pawai Obor Gam ma Cahaya
Pawai
Obor ini merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk mendoakan agar Kota
Ternate selalu mendapat perlindungan dari Tuhan YME. Pawai obor Gam Ma Cahaya yaitu iring-iringan obar
yang terdiri dari 1 buah obar besar dan beberapa obor kecil.
Obor besar tersebut akan di lepaskan dari halaman kedaton
kesultanan Ternate, kemudian di arak mengililingi Kota Ternate. Di setiap
kelurahan obor besar ini akan di jemput kemudian dibawah secara estafet hingga
mengelilingi Kota Ternate
kemudian kembali ke kedaton kesultanan Ternate.
- Fere Kie
Siang itu sekitar 20-an orang
pendaki memulai perjalanan wisata fere
kie (mendaki gunung). Sebuah perjalanan yang cukup melelahkan untuk
menapaki dan melewati beberapa titik jurang dan tebing curam menuju puncak gunung Gamalama dengan
mengawali perjalanan dari Ngara Opas Kedaton Sultan Ternate melewati rute
Tabahawa dengan menggunakan kendaraan truk. Setibanya di puncak Tabahawa kami terpaksa
bergegas turun dari truk tersebut guna melanjutkan perjalanan dengan berjalan
kaki. Bagi sebagian diantara kami, petualangan ini merupakan pertama kalinya
bagi mereka untuk mendaki puncak Gunung Gamalama namun sebagiannya adalah
mereka yang telah kesekian kalinya melakukan pendakian sehingga tidak terlalu
menampakkan kesulitan dalam perjalanan tersebut sedangkan bagi para pemula
lainnya tak heran sebagian dari mereka terpaksa harus kembali turun sebelum
mencapai puncak gunung yang eksotis tersebut.
Mendaki gunung Gamalama adalah
bukanlah hal mudah dan bukan pula hal sulit. Konon kabar, sulit tidaknya
perjalanan menuju puncak Gamalama tergantung niat atau kesucian hati setiap
orang yang mendaki. Faktanya bagi penulis yang pertama kalinya melakukan pendakian
tersebut merasa tidak terlalu sulit menemukan hambatan yang berarti terkecuali
rasa hasu dan kelelahan. Rasa haus dan lapar adalah hal wajar sehingga bagi
para pendaki diwajibkan membawa bekal yang cukup untuk bisa bertahan selama
waktu yang dibutuhkan selama melakukan aktivitas perjalanan tersebut. Untuk
urusan makan dan minum sebaiknya pemenuhan kebutuhan yang satu ini tidak
berlebihan alias secukupnya karena
terlalu berlebihan makan maka badan kita semakin terasa berat bahkan rasa
ngantuk sehingga terasa menyusahkan bahkan menyebabkan para pendaki disibukkan atau
direpotkan dengan uruan “buang air”.
Urusan “buang air” di
tempat-tempat tertentu pada kawasan puncak adalah menjadi daerah terlarang bagi
para pendaki yang ingin melakukannya. Hal ini disebabkan karena diyakini oleh
masyarakat adat Ternate bahwa terdapat batas “halal (tidak dilarang)” dan
“haram (terlarang)” di kawasan puncak Gamalama tersebut. Bagi anda yang
melakukan aktivitas pendakian ke puncak gunung Gamalama sebaiknya mengetahui
tentang beberapa titik penting di kawasan puncak Gamalama sehingga
perjalanannya didoakan tidak mengalami hambatan dan menemui kendala atau
kesulitan. Daerah-daerah (kawasan) yang dianggap penting untuk
diketahui tersebut adalah:
·
Pertama; Hate
Ngara (pintu kayu), daerah ini seolah menjadi pelabuhan atau tempat
peristrahatan dalam perjalanan bagi mereka yang kelelahan. Kawasan ini banyak
terdapat pohon yang rimbun sehingga menjadi tempat ideal untuk melepas
kelelahan sembari mengumpulkan napas panjang untuk melakukan perjalanan
selanjutnya. Setelah melewati beberapa etape perjalanan yang cukup memelahkan,
terdapat banyak dari para pendaki yang menjadikan tempat ini sebagai pos
persinggahan sementara, sambil mengumpulkan tenaga ekstra untuk melanjutkan
perjalanan, biasanya para pendaki senagaja menghilangkan kelelahannya dengan
bercanda gurau di kawasan ini.
·
Kedua; Ake
Abdas (air abdas), adalah sumber mata air yang terus mengalir dengan
kejernihan warnanya yang bening, dingin dan segar bagi mereka yang beruntung mendapatkannya.
Air ini dianggap sebagai air keberuntungan karena tidak semua orang yang
mendaki bisa memperoleh air tersebut dalam kondisi mengalir sehingga untuk
mendapatkan air ini pula bukanlah hal mudah. Sumber air ini seringkali
ditemukan tidak mengalirkan air setetespun, meskipun demikian bagi orang-orang
tertentu dapat memperoleh air tersebut dalam jumlah yang cukup banyak,
lagi-lagi tergantung niat dan keberuntungan masing-masing orang. Air Abdas ini
juga merupakan air bersih yang dijadikan sebagai Air Wudhu bagi para pendaki yang
melakukan wisata religi guna menyucikan dirinya dalam melakukan perjalanan
menuju puncak Gamalama untuk memenuhi suatu “hajat atau niat” tertentu. Bagi
mereka yang telah menyucikan dirinya dengan cara berwudhu maka dapat melakukan
perjalanan selanjutnya ke Buku Suba
menuju puncak gugnung Gamalama.
·
Ketiga;
Buku Suba (bukit penyembahan). Istilah penyembahan yang kami
gunakan karena kata Suba dalam praktik diartikan sebagai “sembah/menyembah”
seperti dalam contoh kalimat sebuah ungkapan (Dola Bololo) yang berbunyi: Gudu Moju Si To Suba, Ri Jou Si To Nonako). Artinya:
Dari Jauh ku Sembah pada Tuhanku Karena
Aku Mengenal-Nya. Di tempat Buku Suba
ini dilakukan prosesi Azan Subuh. Para pendaki dipimpin oleh seseorang yang
bertugas untuk melakukan prosesi religius ini layaknya akan melakukan sebuah
prosesi Shalat berjama’ah.
Keempat:Jere
(keramat) yang berada tepatnya di puncak tertinggi gunung
Gamalama. Setibanya kita di puncak tertinggi gunung Gamalama, kepuasan dan
kesenangan yang tak dapat diukir dengan kata-kata atas keberhasilan dan
kesuksesan kita menggapai puncak gunung merapi ini. Kita akan terkagum atas
keindahan alam puncak dan kebesaran zat Sang Pencipta atas alam seisinya yang
diciptakan-Nya. Sungguh keajaiban yang sempurna. Di puncak gunung Gamalama ini
terdapat beberapa keramat yang diziarahi oleh para pendaki. Para pendaki yang
melakukan perjalanan berdasarkan suatu “hajat/niat” tertentu maka mereka tidak
akan lupa membawa daun pandan (pondak) serta air yang cukup untuk keperluan berziarah
tersebut. Keramat yang terdapat dipuncak Gamalama ini terlihat lebih dari dua
jumlahnya yang berbentuk makam yaitu dikelilingi beberapa batu yang telah
diatur melingkari pada dua buah nisan dari batu pula. Pada keramat tersebut
banyak terlihat daun pandan serta beberapa recehan uang kertas dibagian
nisannya yang sengaja ditinggalkan oleh para peziarah yang biasanya juga
diambil oleh para peziarah lainnya sebagai “pengalas dompet”.
Layaknya keramat pada umumnya, kawasan ini
juga memiliki cerita dan legenda yang menjadi daya tarik tersendiri bagi
pendaki (peziarah) ketika berada disekitar Karamat Tusa (keramat kucing).
Menurut mitos orang Ternate, setiap kucing yang ada dimuka bumi ini akan
menemui ajalnya di tempat ini (secara wajar, bukan karena kecelakaan). Seolah
tempat ini merupakan tempat peristrahatan yang terakhir bagi semua jenis
kucing. Terlepas dari mitos orang
Ternate, faktanya, bagi mereka yang beruntung akan menemukan dan melihat banyaknya
tulang-belulang kucing yang terdapat di daerah (Karamat Tusa) ini. Mitos ini
menjadi satu dari sekian alasan mengapa jenis hewan ini sangat diperlakukan
khusus jika tanpa sengaja ditabrak dijalan oleh sang pengendara? atau mengapa
masyarakat lokal kita tidak berani membunuh atau sengaja membuangnya ke laut?.
Tentu jawabannya adalah rasa takut jika terjadi sesuatu pada dirinya atau
keluarganya atau berdampak bagi orang banyak seperti terjadinya bencana alam
ataupun lainnya.
Akhirnya bagi anda yang ingin melakukan
petualangan ke puncak Gamalama maka yang terasa tatkala berada di puncak adalah
anda serentak mengalami sebuah perubahan dalam diri pribadi masing-masing,
seakan-akan dituntun ke lingkup yang mengutamakan kebajikan dan ketenangan
batin. Dan baru disadari bahwa cakrawala kehidupan seolah mengalami perubahan
orientasi, anda akan merasa kurang tertarik terhadap keduniaan, lebih senang
dengan sejarah, budaya dan agama. Benar kata orang bijak bahwa “Keyakinan
(kadang) bersifat membelah atau membagi-bagi tetapi kepercayaan terhadap
sesuatu dapat menyatukannya”.
- Kololi Kie Mote Ngolo
Setiap
penduduk asli di pulau Ternate di Provinsi Maluku Utara pasti pernah mendengar
dan tahu arti dari kata “Kololi Kie” yaitu sebuah kegiatan ritual
masyarakat tradisional untuk mengitari atau mengelilingi gunung Gamalama sambil
menziarahi beberapa makam keramat yang ada di sekeliling pulau kecil yg
memiliki gunung berapi ini.
Ritual
adat kololi kie ini memiliki makna ganda selain merupakan tradisi yg selalu
dilakukan leluhur jaman dahulu untuk menjiarahi beberapa tempat yang dianggap
keramat juga merupakan upaya untuk menjauhkan masyarakat Ternate dari berbagai
ancaman bencana dari gunung berapi Gamalama tersebut. Hal seperti ini juga
terjadi di beberapa gunung di pulau Jawa, Sumatera dan tempat lain di nusantara
ini.
Pulau Ternate jika dilihat dari aspek
topografis, berbentuk bulat kerucut (strato vulkano) yang luas diagonal pulau
kecil ini dari arah utara ke selatan sepanjang 13 km dan dari arah barat ke
timur sepanjang 11 km, dengan panjang bibir pantai keliling pulau kurang lebih
55 km dengan bentangan luas seluruh daratan pulau adalah 92,12 km2.
Dengan kondisi geografis demikian, maka sudah pasti bahwa jika kita
mengelilingi “gunung Gamalama” haruslah dilakukan dengan mengelilingi
pulau Ternate tersebut. Terdapat dua jalur untuk mengelilingi pulau kecil ini,
yakni melalui jalur laut (kololi kie toma ngolo) dan atau melalui jalur darat
(kololi kie toma nyiha). Gunung Gamalama merupakan satu-satunya gunung yang
bertengger di pulau tersebut yang hingga saat ini masih merupakan gunung berapi
aktif dengan ketinggian saat ini kurang lebih 1.730 m dari permukan laut.
Khusus
pada pelaksanaan ritual adat kololi kie toma ngolo (melalui jalur laut), selalu
diawali tepat di perairan depan keraton kesultanan Ternate, yakni dari ujung
jembatan kesultanan (semacam pelabuhan kerajaan jaman dahulu) yang dikenal
dengan nama jembatan “Dodoku Ali” atau “Dodoku Mari”. Walaupun kadang-kadang
para peserta menaiki perahu dari pelabuhan Dufa-Dufa, tapi tetap harus menuju
ke posisi awal ini untuk mulai pelaksanaan ritual keliling pulau ini.
Perlu
digaris bawahi bahwa dalam ritual adat kololi kie di pulau Ternate ini, semua
peserta yang ikut dalam pelaksanaan ritual ini akan melewati 4 (empat) sudut
utama dari lingkaran pulau Ternate. Istilah untuk keempat sudut ini adalah
“Libuku Raha” (libuku=sudut, raha=empat). Dalam ritual ini terdapat terdapat 13
(tiga belas) titik keramat yang wajib diziarahi sepanjang route mengelilingi
pulau hingga kembali ke posisi semula. Keempat sudut utama yang disebut Libuku
Raha ini adalah :
- Tabam ma-Dehe
- Buku Deru-Deru
- Banding Mari Hisa
- Foramadiyahi
Sedangkan ke-13 (tiga belas)
titik keramat dimaksud tersebut, diantaranya adalah :
- Kadato ma-Ngara
- Jere Kubu Lamo
- Libuku Tabam ma-Dehe
- Jere Kulaba
- Sao Madaha (di Sulamadaha)
- Libuku Buku Deru-Deru
- Libuku Bandinga Mari Hisa
- Ruwa Ake Sibu (Ake Rica)
- Jere toma Foramadiyahi
- Ngade (gam ma duso)
- Talangame
- Benteng Oranye / Malayu Cim
- Jere toma Sigi Lamo
Pada masing-masing
tempat-tempat yang disebutkan ini juga dilakukan pembacaan doa-doa khusus, tapi
tidak berhenti, yakni dibacakan doa sambil berlalu. Selain berhenti di beberapa tempat sambil memanjatkan doa-doa
khusus, Sultan dan rombongan armada kololi kie ini juga akan turun ke darat di
desa Ruwa setelah sekitar 20 menit melewati Libuku Bandinga Mari Hisa.
Segera setelah seluruh
armada merapat ke tepian pantai, Sang Sultan dan Permaisuri disambut dengan
melakukan upacara “Joko Kaha” (joko=injak, kaha=tanah), yaitu upacara
penyambutan yang dilakukan oleh masyarakat adat sekitar desa Rua dan Monge yang
sudah sejak dari tadi berjejer di tepian pantai “Ake Rica” yang ada diantara
dua desa itu. Dahulu nama ake rica ini dikenal dengan sebutan “Ake Sibu”.
Sebagian masyarakat menuju
ke sebuah kolam sumber air kecil yang berada di seberang jalan raya yang
membentang sepanjang pantai Ake Rica ini. Kolam kecil dengan sumber air yang
tak pernah habis ini diyakini dan dipercaya sebagai tempat mandinya para
bidadari di jaman dahulu ketika masa kedatangan Sayyidinaa Syekh Djaffar
Shaddiq, sang pembawa agama Islam ke pulau ini. Di tempat ini sebagian
masyarakat mengambil air dari sumber air yang keluar dari celah bukit yang
tumpah langsung ke kolam, ini, atau sebagian dari mereka sekedar mencuci dan
membasuh muka.
Perjalanan ritual adat
selama kurang lebih empat jam ini kemudian berakhir dan kembali ke Jembatan
Dodoku Ali, tempat dimana perjalanan ritual ini dimulai di pagi hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar